dream, but don't sleep

Senin, 19 Januari 2015

Carrefour Beri Ruang Bagi Para Difabel

Carrefour memberikan pelatihan pada masyarakat yang memiliki kebutuhan khusus atau penyandang keterbasan atau Difabel.

Pelatihan ini diberikan untuk selanjutnya bisa dipekerjakan di gerai-gerai Carrefour. Ini merupakan salah satu cara Carrefour merangkul penyandang difabel untuk bisa mendapatkan kesempatan yang sama dalam mendapatkan pekerjaan seperti masyarakat umumnya.

"Hari ini kami akan memulai pelatihan batch ke-3 bagi rekan-rekan berkemampuan khusus yaitu tuna rungu dan tuna daksa. Pelatihan selama 1 minggu, nanti ada job training 6 bulan. Saat ini ada 36 orang yang akan bergabung, jadi total difabel yang kami miliki 100 orang. Mudah-mudahan menjadi sesuatu yang positif dan semangat," kata Dian saat acara Penyerahan Tenaga Kerja dalam Program Angkasa Carrefour di Institute Carrefour Indonesia, Jakarta, Jumat (26/9/2014).

Sesuai dengan UU No.4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat dan juga Peraturan Pemerintah No.43 tahun 1998 tentang upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat, perusahaan wajib mempekerjakan pekerja dengan kebutuhan khusus atau disabilitas sekurang-kurangnya 1% dari total karyawan yang ada di perusahaan.

Dian menyebutkan, total karyawan Trans Retail Indonesia mencapai 15.000 orang. Ditargetkan, dengan peraturan tersebut, akan ada sedikitnya 150 pekerja difabel hingga akhir tahun.

Ia menjelaskan, nantinya setelah program training selesai dilakukan, para difabel ini akan dipekerjakan sesuai dengan kompetensi dan tingkat pendidikan yang dimiliki.

"Ditempatkan sesuai dengan kompetensi, tidak hanya lulusan SMK, SMA, ada sarjana juga di design grafis," ujarnya.

Dian menjelaskan, belum banyak perusahaan yang memperkerjaan penyandang keterbatasan atau difabel. Baru aa McDonald dan Indosat, Indosat juga baru 30 orang.

Sementara itu, HRD Operation Trans Retail Dyah Yuniarni mengatakan, para pekerja tuna rungu, tuna wicara dan tuna daksa ini akan diberikan pelatihan selama 6 bulan. Jika lolos, maka mereka akan diangkat menjadi karyawan.

"Gajinya pada saat jadi karyawan, disamakan dengan upah minimum. Saat masih pelatihan mendapatkan uang makan dan uang saku," kata Dyah.

Sementara itu, Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja Kemnakertrans Reyna Usman menyambut baik langkah yang dilakukan Carrefour ini.

Langkah positif yang dilakukan oleh Carrefour yang juga menjalankan amanah dari UU yang telah dibuat mencerminkan bahwa bisnis juga perlu adanya etika di dalamnya. Selain mencari keuntungan bisnis juga harus menjalankan kewajiban, dalam hal ini adalah tanggung jawab sosial.

Dengan memberikan kesempatan bagi penyandang keterbatasan atau difabel, maka Carrefour telah memegang prinsip-prinsip etika profesi yaitu tanggung jawab, keadilan yang sama dengan mempekerjakan difabel sebagai pegawai seperti yang umumnya. Kemudian integritas moral, walaupun mempekerjakan kaum difabel carrefour tidak mengurangi standar pelayanannya terhadap konsumen, yaitu dengan memberikan pelatihan sebelum akhirnya ditempatkan menjadi pegawai di gerai-gerai Carrefour.

Langkah carrefour ini mementahkan Mitos Bisnis Amoral bahwa bisnis dan moralitas (etika) tidak ada hubungannya, serta mematahkan argumen tentang bahwa bisnis sama dengan judi sebuah bentuk persaingan dan permainan yang mengutamakan kepentingan pribadi dan mengupayakan segala macam cara untuk mencapai kemenangan. Dan Carrefour tidak terlihat seperti mitos dan pandangan tersebut.

Jika Carrefour terus disiplin menjalankan langkah ini dari generasi ke generasi serta terus-menerus, maka besar kemungkinan perusahaan lain pun akan mengikuti langkah positif tersebut dan akan menjadi corporate culture yang bagus untuk masyarakat indonesia khususnya untuk penyandang keterbatasan.

Sumber :

Ahmad Hadi Assari

10211428